Forgiveness atau yang biasa disebut memaafkan, memangnya perlu ya? Tidak bisa dipungkiri, baik di dalam budaya, ajaran agama, ataupun ajaran keluarga yang dilakukan, memaafkan seringkali dianggap sebagai suatu hal yang harus dilakukan. Nyatanya, ketika kita melewati sebuah situasi yang sulit, pengalaman yang traumatis, dan teringat orang-orang yang dulunya menyakiti kita.. memaafkan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Apakah saya harus memaafkan pasangan yang terus-terusan memukul dan menyiksa saya? Apakah saya harus memaafkan orang yang dulunya mengucilkan saya dan selalu melontarkan ejekan kepada saya? Bagaimana juga dengan orang yang betul-betul jahat kepada saya, dan bahkan pernah melecehkan saya hingga saya mengalami trauma hingga saat ini?
Semua perasaan itu wajar dirasakan. Perilaku jahat tersebut tetaplah sebuah hal yang buruk, dan kejadian yang buruk tetaplah kejadian yang buruk. Pada akhirnya, memaafkan itu adalah sebuah pilihan yang diambil oleh masing-masing orang.
What Is Forgiveness and What Is Not
Jika ditilik lebih lanjut, apa sesungguhnya definisi dari memaafkan? Apakah ketika kita memaafkan, lantas kita tidak lagi menganggap kejadian yang buruk itu terjadi, atau bahkan menerima orang yang jahat itu kembali di hidup kita? Jawabannya adalah, TIDAK.
Dalam pengertiannya, memaafkan sesungguhnya merupakan proses bagi diri sendiri untuk mengambil keputusan dalam melepaskan semua rasa benci maupun rasa sakit yang ada. Jadi, kita terbebas dari berbagai perasaan negatif yang dahulunya membelenggu kita.
Maka dari itu…
Memaafkan bukan berarti membenarkan yang salah
Kita tetap bisa memaafkan, menerima apa yang sudah terjadi, tanpa membenarkannya. Jika pada kenyataannya itu adalah perilaku yang salah, maka memaafkan tidak akan merubah perilaku itu jadi benar. Jika ia harus menerima hukuman karena kesalahannya atau harus diusut secara hukum, maka hal itu tetap harus terjadi. Konsekuensi tetap perlu ditanggung. Tetap akui perasaanmu merupakan kunci awal dari memaafkan.
Memaafkan bukan berarti kita harus menerima atau kembali berhubungan dengan orang yang telah menyakiti kita
Memaafkan dan pilihan untuk kembali berhubungan dengan orang yang menyakiti kita adalah dua hal yang berbeda. Kita bisa memaafkan, tanpa berhubungan lagi dengan orang tersebut. Sementara, pilihan untuk memaafkan adalah untuk diri kita sendiri dan bukan untuk pihak lain. Seringkali, setelah proses memaafkan justru banyak hubungan yang berakhir dan itu tidak apa-apa.
Memaafkan bukan berarti kita melupakan
Meskipun memaafkan, kita tidak perlu melupakan. Justru melupakan bisa membuat kita lebih dapat tersakiti karena kita akan berusaha untuk memendam dan tidak memproses rasa sakit yang terjadi. Tentunya meskipun mengingat, bukan berarti bahwa kita menyimpan kepahitan atau dendam atas kejadian tersebut. Sebaliknya, mengingat, menerima, dan memaafkan adalah proses untuk membuka pintu yang baru, yaitu pintu menuju perubahan bagi diri sendiri.
Memaafkan bukan berarti kita adalah orang yang lemah
Justru, ketika memaafkan, kita menunjukkan bahwa kita adalah orang yang sangat kuat. Proses memaafkan bisa penuh dengan air mata, perjuangan, dan sangatlah tidak mudah dikarenakan banyak emosi negatif yang mungkin muncul. Akan membutuhkan keberanian yang besar bagi seseorang untuk melewati semua proses itu.
Memaafkan adalah sebuah proses dari kamu, untuk kamu
Layaknya sebuah proses, maka proses tersebut tidaklah linear. Kamu mungkin akan jatuh dan bangun dalam proses tersebut. Ada saatnya ketika kamu merasa sudah lebih baik, namun secara instan, perasaan buruk itu kembali. Akan ada waktunya ketika kembali timbul rasa marah, sakit hati, kecewa, dan sedih ketika muncul pemicunya. Akan ada juga masa ketika kamu menyalahkan diri sendiri dan berharap bahwa kejadian itu tidak akan pernah terjadi. Pada intinya, semua hal tersebut yang mungkin membuatmu tidak nyaman adalah bagian dari perjalananmu untuk memaafkan. Pada nyatanya, memaafkan akan membuatmu merasakan sakit sedalam-dalamnya, dan pada saat itu tentu kamu akan belajar sesuatu dari prosesnya.
Why Do We Need to Forgive?
Apakah saya akan baik-baik saja tanpa memaafkan? Iya dan tidak. Mungkin ada orang tertentu yang merasa lebih baik ketika ia memilih tidak memaafkan. Namun juga ada banyak efek negatif yang bisa timbul ketika kita memilih tidak memaafkan.
Ketika sulit untuk memaafkan, kamu mungkin mengalami:
Merasa marah dan dendam, terlebih ketika mengingat masa lalu dan menolak untuk berhubungan dengan orang lain karena situasi yang dialami dulu
Tidak bisa menikmati masa sekarang, karena terpaku pada masa lalu
Terus merasa cemas karena hal buruk yang sama akan terjadi lagi
Merasa tidak bisa pulih karena luka masa lalu yang ada
Dan mungkin ada keluhan lain yang timbul padamu dan tanpa kamu sadari, menghambat keseharianmu.
The Actual Perks of Forgiveness
Sebaliknya, ketika sudah belajar memaafkan, maka banyak manfaat yang bisa diterima, seperti:
Membawa kedamaian. Dengan memaafkan, kamu tidak sedang membawa kedamaian untuk orang lain, melainkan untuk dirimu sendiri. Dengan melepas rasa kebencian, kamu tidak lagi menyakiti dirimu sendiri.
Meningkatkan kesehatan mental secara keseluruhan, yang berarti stress, cemas, atau rasa marah berkurang. Kamu juga tidak lagi menyalahkan diri sendiri.
Menghentikan “victim mentality". Ketika kamu berpikir bahwa kamu adalah korban, maka kamu akan terjebak dalam pemikiran bahwa tidak ada yang bisa kamu kontrol dalam hidupmu. Dengan keluar dari pemkikiran itu, kamu akhirnya memberikan dirimu kebebasan untuk kembali maju, berproses, dan pada akhirnya mengambil kontrol lagi atas hidupmu.
How to Practice Forgiveness
Belajar mengenali rasa sakit yang ada
Tuliskan semua yang kamu rasakan. Berikan nama pada masing-masing perasaan yang ada dan seberapa intens perasaan tersebut. Apakah itu marah, kecewa, sedih, takut, atau perasaan lainnya? Tuliskan nama semua orang yang terlibat dan bagaimana mereka telah menyakitimu. Proses ini tidak menyenangkan, karena akan membuat kita kembali teringat, jadi jangan lupa untuk mengambil waktu sejenak untuk berhenti jikalau dirasa sudah terlalu berat. Lakukan proses ini secara perlahan, tanpa terburu-buru.
Belajar mencari tahu bagaimana pengalaman ini membentukmu
Ketika membicarakan peristiwa tersebut, apa dampaknya padamu hari ini? Apa saja dampak yang kamu terima ketika tetap tidak memaafkan, dan bagaimana ketika memaafkan? Tuliskan semua. Selain itu, tuliskan juga semua outcome yang kamu harapkan ketika sudah memutuskan untuk memaafkan.
Membuat forgiveness letter
Ketika kamu sudah belajar untuk membayangkan semua itu, tuliskan apa yang kamu pikirkan dan rasakan dalam bentuk sebuah forgiveness letter. Tuliskan bagaimana peristiwa itu terjadi, orang yang terlibat, pikiran dan perasaan yang kamu miliki, bagaimana dampak peristiwa itu di dalam hidupmu, dan juga mengapa kamu memilih untuk memaafkan. Di akhir surat, tuliskan “Saya memaafkan (sosok yang menyakiti) untuk (perbuatan dari sosok tersebut).” Sebagai contohnya jika kamu tersakiti karena orang tuamu pernah memukulmu saat kecil, maka kamu akan menulis “Saya memaafkan Ayah dan Ibu karena telah memukul saya dulu.” Jika surat tersebut sudah selesai, jangan pernah kirimkan surat tersebut. Ingat bahwa tujuan dari surat ini adalah untuk kamu melakukan proses memaafkan demi dirimu sendiri, bukan untuk orang lain.
Ulangi, Ulangi, dan Ulangi
Lakukan proses ini berulang kali. Belajar memaafkan bukanlah sebuah perilaku yang instan. Sebaliknya, kamu perlu berlatih untuk terus-terusan memaafkan setiap kali rasa sakit yang sama kembali. Akan membutuhkan energi, motivasi, dan usaha untuk terus berlatih memaafkan. Teruslah memaafkan sampai itu menjadi sebuah habit. Meski sangat susah di awal, hal tersebut akan lebih mudah seiring proses berjalan.
When you forgive, you heal. When you let go, you grow.