top of page
Writer's pictureWinnie Hakim

From Stress to Strength: Building Resilience in the Workplace

Updated: Oct 7

 

Salah satu permasalahan yang membuat anak muda seringkali merasa tertekan berasal dari lingkungan tempat kerja. Ketika di tempat kerja, banyak hal dapat dialami, dimulai dari tuntutan pekerjaan yang tinggi, konflik dengan atasan dan bawahan, lingkungan yang kurang suportif, kurangnya waktu untuk beristirahat, benefit yang didapatkan tidak sesuai dengan kerjaan yang dijalankan, dan masih banyak lagi.


stress at wo

Dengan banyaknya tuntutan yang ada dan permasalahan yang mungkin muncul, perlu ada skill resiliensi yang mumpuni dalam menghadapi masalah tersebut. Resiliensi atau yang dalam bahasa inggris disebut resilience, membicarakan mengenai bagaimana seseorang bisa bangkit kembali terlepas dari permasalahan yang dimiliki.


Sebetulnya, apa yang terjadi ketika seseorang kurang memiliki resiliensi

saat menghadapi stres di tempat kerja?


  1. Pemikiran negatif yang cenderung stagnan Saat menghadapi masalah di tempat kerja, cenderung muncul pemikiran negatif yang terus melekat, dimulai dari “Saya pasti gagal, karena performa yang buruk” atau “Saya tidak mampu melakukannya kalau memiliki atasan dan rekan kerja yang tidak mendukung saya” dan pada akhirnya, kita akan cenderung lebih berfokus pada pikiran negatif yang ada, dan bukan apa yang bisa kita lakukan dalam situasi tersebut. Pikiran negatif tersebut membuat kita lebih memilih untuk tidak melakukan apapun, karena usaha sudah dianggap sia-sia dengan adanya ketakutan akan hal-hal yang mungkin terjadi.

  2. Kurang mampu mengelola emosi negatif Munculnya emosi negatif sebetulnya sangat wajar ketika menghadapi permasalahan kerja. Siapa yang tidak sedih ketika dimarahi terus-terusan oleh atasan? Banyak juga yang merasa begitu lelah dengan tuntutan kerja yang tinggi, terlebih ketika diberikan pekerjaan di luar job desc yang seharusnya. Namun terlepas dari kita harus memberikan afirmasi terhadap perasaan negatif yang ada, seringkali perasaan negatif ini bisa menghambat kita. Saat tenggelam dalam emosi negatif, kita mungkin kurang fokus dalam bekerja, cenderung melewati deadline sehingga menambah teguran dari atasan, dan pada akhirnya membuat diri kita semakin lebih sulit untuk menghadapi masalah.

  3. Prokrastinasi Ketika menghadapi situasi kerja yang membuat stres, seringkali kita memilih untuk menghindar dari tanggung jawab tersebut. Hal tersebut dikarenakan dengan menghindar, kita tidak perlu menghadapi pemikiran atau perasaan negatif yang muncul saat menghadapi stres. Terlebih, kita juga bisa memilih untuk mengerjakan aktivitas lain yang lebih menyenangkan dibandingkan menghadapi beban kerja yang membuat kita stres. Namun, tentunya prokrastinasi ini dapat berdampak lebih buruk, dan juga berpotensi menambah masalah yang sudah ada.

 

Sebaliknya, bagaimana ketika seseorang memiliki resiliensi yang cukup baik

saat menghadapi stres di tempat kerja?


  1. Lebih dapat beradaptasi dalam perubahan Tidak ada hal yang pasti, dan perubahan pasti selalu ada. Begitu juga di tempat kerja. Akan ada saatnya ketika sistem berubah, atasan atau rekan kerja berganti ke orang lain, atau terdapat kebijakan baru yang mungkin tidak sesuai. Bukan berarti kamu harus menerima semua perubahan yang terjadi dan mengikutinya. Ingat, perubahan juga memiliki batasan. Dengan menyadari batasan dari diri sendiri dan juga berusaha untuk lebih fleksibel dalam perubahan yang ada, kamu bisa belajar untuk menjadi lebih resilien.

  2. Memahami bahwa kamu tidak bisa mengontrol orang lain Ketika permasalahan terjadi di tempat kerja, seringkali kita merasa marah dan stres akan beban yang ada. Tidak jarang, mungkin juga kita menyalahkan orang atau sistem yang ada dan muncul pikiran, “Ini bukan salah saya. Ini salah mereka. Mereka yang perlu berubah.” Terlepas dari siapa yang benar atau salah, pemikiran seperti ini akan menghambat kita untuk menghadapi permasalahan yang sesungguhnya. Mungkin juga kita dapat terlalu fokus dengan perasaan buruk yang dialami, misalkan berlarut dengan perasaan cemas dan sedih. Alhasil, kita akan cenderung stuck di posisi yang sama, dan tidak bisa menghadapi permasalahan dengan lebih baik. Tanpa disadari, kesulitan terbesar tidak datang dari orang lain atau permasalahan yang ada, namun dari stres yang kita biarkan ada dalam diri kita tanpa kita kelola dengan baik.

  3. Dapat berfokus dengan self-management Tidak semua hal bisa kamu kontrol. Jelas bahwa atasanmu atau sistem perusahaanmu tidak bisa kamu ubah. Satu-satunya yang ada dalam kontrolmu adalah dirimu sendiri, bagaimana caramu berpikir maupun berperilaku. Terlebih ketika dalam bekerja di suatu tim, setiap orang bekerja dengan cara yang berbeda-beda dan akan sulit jika kita berusaha untuk terus mengontrol agar tim kita memberikan yang terbaik.



Apakah berarti ketika kita sudah mengubah cara berpikir dan berusaha mengelola stres, lantas kita akan merasa nyaman?


Apa yang perlu dipahami bahwa rasa tidak nyaman memang sangat mungkin untuk ada. Belajar untuk mengubah pikiran dan perilaku yang selama ini menetap dalam diri memang tidak mudah, namun pahami bahwa semua itu adalah bagian dari proses. Resiliensi sendiri adalah sebuah skill yang perlu untuk terus dilatih, sehingga seseorang perlu terus menantang dirinya untuk melatih caranya berpikir dan beperilaku.

 




Jadi, bagaimana Eüdiance, siap untuk mengembangkan skill resiliensimu? Sebelumnya coba lihat dulu tingkat resiliensimu melalui tes berikut!





Berikut adalah beberapa tips yang mungkin bisa kamu lakukan untuk terus melatih resiliensi di dalam dirimu:

  1. My Personal Coping Mantra Bayangkan sebuah situasi yang membuat kamu merasa stres ketika di tempat kerja. Misalkan, atasan yang selalu marah dan menyalahkan kamu. Perhatikan pikiran yang muncul ketika situasi tersebut terjadi, misalkan “Saya karyawan yang buruk karena atasan selalu memarahi saya” lalu, pikirkan sebuah coping mantra yang bisa kamu terapkan untuk mengganti pikiran buruk tersebut. Contohnya, “Hanya karena atasan sering marah, bukan berarti saya adalah karyawan yang buruk. Saya mungkin melakukan kesalahan, tetapi saya punya cara untuk memperbaiki kesalahan dan meningkatkan diri” Latihlah dirimu untuk mengulang coping mantra tersebut setiap situasi yang buruk muncul. Tentu saja, kamu bisa membuat coping mantra yang paling efektif untuk dirimu dalam jangka waktu yang lama.

  2. Letters From Your Best Day to Your Worst Day Bayangkan bahwa kamu memiliki hari yang sempurna. Di hari yang sempurna ini, kamu merasa luar biasa. Segala sesuatu yang kamu inginkan berjalan dengan baik, dan kamu merasa sangat bersyukur. Di momen itu, kamu memutuskan untuk menulis sebuah surat untuk dirimu sendiri yang sedang mengalami hari yang sangat buruk, merasa putus asa, dan sedih. Tuliskan apa yang kamu ingin katakan dalam sebuah surat. Setiap kalinya kamu melewati hari yang buruk, baca kembali surat tersebut.

  3. My Boost Jam Buat kamu yang mungkin sulit melakukan kedua hal di atas karena melibatkan menulis, cobalah untuk membuat sebuah playlist yang berisikan lagu-lagu untuk menyemangatimu. Ketika kamu mengalami hari yang buruk, nyalakan lagu dalam playlist tersebut sebagai reminder bahwa hari yang buruk ini dapat berubah menjadi lebih baik.

 


Pada akhirnya, apa yang perlu diingat adalah setiap orang memiliki potensi untuk menjadi lebih baik. Selama kamu berusaha dan memberikan yang terbaik, perjuanganmu pasti akan memberikan hasil yang sesuai. Terus semangat untuk berproses, Eüdiance! 🌱🧡

11 views0 comments

Comments

Couldn’t Load Comments
It looks like there was a technical problem. Try reconnecting or refreshing the page.
bottom of page