top of page
Writer's pictureFrida Condinata

The Silent Suffering: Psychological Impact of Parental Alienation Syndrome on Children


Divorce

Apakah kamu pernah melihat seorang ibu atau ayah menjelekkan mantan pasangannya ketika sudah berpisah? Atau mungkin kamu sendiri pernah melihat orang tua kamu melakukan itu di depan kamu? Apakah kamu merasa tertekan dengan konflik-konfik yang timbul setelah orang tua kamu bercerai? Fenomena ini sangat sering terjadi ketika kedua orang tua sudah bercerai dan berpisah dan anak merasa tertekan. Fenomena itu disebut dengan Parental Alienation Syndrome.

 

Parental Alienation Syndrome adalah kondisi tekanan psikologis yang dialami oleh seorang anak ketika kedua orang tuanya berpisah atau sudah bercerai. Permasalahan ini dapat terjadi ketika salah satu orang tua berusaha untuk memanipulasi anaknya untuk menolak orang tua lainnya. Penolakan orang tua lainnya biasanya dilakukan melalui perilaku menjelek-jelekkan mantan pasangannya agar anaknya tidak berhubungan terlalu dekat. Perilaku lainnya dapat terlihat dari pembatasan kontak dan merusak otoritas orang tua yang ditargetkan. Parental Alienation Syndrome dapat memberikan dampak emosional dan psikologis yang parah pada anak ketika kedua orang tuanya memiliki permasalahan (Parental Alienation).

 

Karakteristik orang tua yang mengalami Parental Alienation biasanya melakukan perilaku manipulatif sebagai berikut:

  1. Poisonous Messages: Berkomunikasi dengan anak bahwa orang tua yang ditargetkan tidak mengasihi anaknya, tidak aman, atau tidak memiliki waktu untuk anaknya

  2. Limiting Contact: Mengurangi atau mengendalikan komunikasi dan interaksi anak dengan orang tua yang ditargetkan

  3. Betrayal: Mendorong anak untuk mengkhianati orang tua yang ditargetkan


Karakteristik anak-anak yang mengalami Parental Alienation Syndrome adalah sebagai berikut:

  1. Anak mengungkapkan kebencian tanpa henti kepada orang tua yang ditargetkan

  2. Anak akan mengulangi kata-kata bagaimana orang tuanya menjelekkan orang tua yang ditargetkan

  3. Anak dengan keras menolak mengunjungi orang tua yang ditargetkan

  4. Anak memiliki kepercayaan orang tua yang ditargetkan tidak menyayangi dirinya

  5. Banyak keyakinan anak yang seringkali tidak rasional ataupun tidak sesuai faktanya

  6. Persepsi buruk anak terhadap orang tua yang ditargetkan terbentuk dari perkataan orang lain dan bukan fakta secara langsung

  7. Anak sudah dipenuhi dengan rasa benci, tanpa kemampuan untuk melihat yang baik

  8. Anak tidak memiliki perasaan bersalah mengenai perilakunya terhadap orang tua yang ditargetkan

  9. Anak dan orang tua yang tinggal bersama sudah berniat untuk merendahkan orang tua yang ditargetkan

  10. Anak tampil sehat dan normal, namun ketika ditanya mengenai orang tua yang ditargetkan, ia akan merasa tidak nyaman dan menunjukkan rasa benci terhadap orang tua yang ditargetkan

 

Anak yang mengalami Parental Alienation Syndrome cukup sering mengalami konflik kepercayaan, mudah merasa tertekan jika membahas tentang keluarga, memiliki persepsi yang tidak sesuai dengan fakta mengenai orang tua yang ditargetkan dan cenderung memiliki permasalahan psikologis berkepanjangan.


Namun, penting untuk diingat bahwa istilah Parental Alienation Syndrome hanya dapat digunakan ketika orang tua yang 'dibenci' tidak pernah mengabaikan anak atau menunjukkan perilaku apapun yang akan membenarkan permusuhan anak terhadap orang tua itu. Dengan demikian, pendekatan yang hati-hati dan evaluasi yang mendalam dari dinamika keluarga sangat diperlukan untuk memastikan bahwa masalah yang dihadapi anak benar-benar disebabkan oleh pengaruh alienasi, dan bukan oleh faktor lain yang mungkin lebih mendalam atau kompleks.

 

bottom of page